Manusia tidak bisa seperti ikan laut yang dagingnya tidak ikut asin, meski air di tempat tinggalnya
penuh kandungan garam. Sama sekali tidak terpengaruh meski lingkungan sekitar rusak dan tidak
mengenakan.
Menjadi tabiat manusia untuk terpengaruh dan mempengaruhi sekitarnya. Pergaulan dan
orang lain di sekelilingnya sedikit banyak akan memberi warna pada dirinya, bagitu juga sebaliknya.
Seberapa pekat warna yang ditorehkan, bergantung pada intensitas hubungan, juga resistensi atau
daya tolak dari masing-masing orang. Pilihan warnanya pun berbeda-beda. Bergaul dengan manusia
berhati rusak hanya akan mengotori hati dengan cipratan noda hitam dari perangai dan kebiasaan
yang buruk. Sedang berkumpul dengan kawan-kawan yang baik, ibarat berteman dengan penjual
minyak wangi, ikut wangi atau minimal hidung bisa menikmati bau harum dan bau badan sendiri
menjadi tersamarkan.
Harus yang Baik, Meski Kurang Cocok
Sayangnya, tidak semua manusia suka bergaul dengan ‘pedagang parfum’. Sebab, tabiat jiwa
akan mencari padanannya. Kesamaan karakter akan menjadi magnet yang mampu menarik
seseorang untuk menjalin hubungan pertemanan dan pergaulan. Seakan, tabiat ini adalah rumus
bahwa, jika kita ingin melihat pribadi dan kecenderungan kita sebenarnya, kita tinggal melihat
karakter manusia seperti apa yang kita jadikan pilihan dalam pergaulan. Akan sangat berat bagi
pecinta dunia malam dengan gemerlap lampu disko dan liuk tubuh wanita untuk bedekat erat
dengan penggemar ‘dunia malam’ lain yang mengigil kerena tangis khasyah di remang cahaya kamar
atau masjidnya.
Rasulullah ﷺ pernah menyatakan dalam hadits riwayat Imam Muslim bahwa jiwa-jiwa
manusia itu laiknya dua pasukan. Masing-masing akan disatukan dan terklasifikasikan oleh kesamaan
dan pengenalan yang ada diantara mereka. Tentu saja, kecuali hati yang munafik, yang mampu
berkamuflase, meyerupai warna apapun yang diinginkannya.
Namun teteap, semua manusia memiliki pilihan. Seseorang berangkali cenderung merasa
lebih cocok dengan teman-teman yang suka menyia-nyiakan waktu dengan hal-hal tidak berguna
bahkan berdosa. Tapi toh ia masih bisa memilih apakah akan menuruti hal itu, atau memaksa diri
mendekati ‘anak-anak masjid’ misalnya, yang rajin berjamaah di masjid, meski mungkin kurang sreg
pada awalnya. Kemudian, ia mulai menata hati dan pada akhirnya akan memiliki kecenderungan
yang sama.
Varian Jurus Setan
Maka dari itu, sejak awal, harus kita usahakan agar langkah pertama kita adalah tepat, yaitu
dengan memilih pergaulan yang baik. Sebab, pergaulan yang buruk adalah kubangan lumpur yang
dijadikan setan sebagai perangkap yang efektif. Jika sudah terlanjur terpleset ke dalamnya, akan
sangat sulit melepaskan diri darinya. Seperti lumpur atau pasair hisap, diam akan tenggelam, tapi
jika berontak hisapan akan semakin kuat dan menyentak.
Seorang pemabuk dan pecandu misalnya, suatu saat mulai menyadari perbuatan bodohnya
yang merusak tubuh dengan alkohol dan obat terlarang. Keinginan berhenti muncul dalam hati.
Namun apa yang terjadi saat ia bertemu dan berkumpul lagi dengan teman-temannya? Mereka akan
menawarkan kembali ‘bubuk atau cairan kebahagiaan’ itu dan akan sangat berat baginya untuk
menolak. Malangnya, tak perlu alasan istimewa untuk membuatnya kembali berbuat dosa. Cukup
dengan memancing rasa gengsi, kesetakawanan dan rasa malu, ia pun akan meniyakan, tanpa pikir
panjang lagi. Setelah itu ia akan menyesal, berkumpul lagi dan melakukannya lagi.
Efisien, tidak menguras tenaga dan sesuai pengalaman cukup ampuh untuk menyesatkan
manusia. Dalam satu komunitas, setan hanya perlu satu atau dua orang untuk dididik sebagai
agennya yang siap melaksanakan misi. Tak berapa lama kemudian, seluruh anggota telah teracuni
dan mulai rusak jiwanya.
Setan Manusia, Susah Diusir
Meski tak perlu menyebutkan teman sendiri dengan “setan”, namun harus kita ingat bahwa
setiap ajakan maksiat adalah ajakan setan. Kita juga tahu, ada setan dari golongan jin yang kasat
mata, ada pula setan dari golongan manusia. Merekalah manusia yang tidak ridha ada manusia
menyembah dan taat kepada Rabbnya dan selalu mengajak pada kemaksiatan dan dosa.
Sedang al Quran memerintahkan agar kita berlindung dan menghindar dari godaan setan
baik setan jin ataupun manusia. Artinya, disamping mewaspadai bisikan dan tiupan setan dari dalam
hati, kita juga harus berhati-hati terhadap ajakan maksiat dari manusia, meski ia karib atau bahkan
saudara sendiri.
Keduanya sama-sama berat. Ajakan setan melalui hati memiliki karakterisktik istimewa;
cepat, bisa kapan dan dimana saja dan bertubi-tubi. Sedang sisi lebih ajakan setan manusia biasanya
susah ditolak karena ada wujud nyata dan ancaman yang bisa dirasa. Meski sebenarnya ia adalah
didikan setan juga, namun bisa jadi ia lebih berbahaya dari gurunya.
Malik bin Dinar berkata, “Sesungguhnya setan manusia lebih berat bagi saya dibanding setan
dari golongan jin (Iblis dan pasukannya). Sebab, jika saya memohon perlindungan pada Allah maka
setan jin pasti lari, tapi setan manusia tetap mendatangi saya dan terang-terangan mengajak
berbuat maksiat.”
Sufyan bin Uyainah berkata, “Tidak ada yang lebih merusak atau memperbaiki pribadi
seorang dibanding teman dekatnya.”
Qatadah berkata, “Demi Allah, aku belum pernah melihat seseorang berteman dengan
seseorang melainkan ia akan menyerupainya. Maka bertemanlah dengan hamba-hamba Allah yang
shalih, semoga kalian akan bersama mereka atau menyerupai mereka.”
Wallahu’alam. (ant)
No comments:
Post a Comment