UWAIS AL-QARNI “Sang Penghuni Langit” (Bag. 1 dari 5)

Rasulullah Saw bercerita mengenai Uwais al-Qarni tanpa pernah melihatnya. Beliau Saw bersabda, “Dia seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari kabilah Murad. Ayahnya telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia berbakti kepadanya. Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah Swt, lalu dia berdo’a kepada Allah Swt, lalu dia diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Sungguh, dia adalah pemimpin para tabi’in.”
Uwais Al Qarni adalah seorang anak dari Amir, sehingga dia mempunyai nama lengkap Uwais bin Amir Al Qairani, karena beliau lahir dilahirkan di desa yang bernama Qaran, sehingga beliau lebih di kenal dengan sebutan Uwais Al Qarni. Dan para ahli sejarah tidak menceritakan tanggal dan tahun berapa beliau dilahirkan.
Dikalangan para sufi beliau dikenal sebagai seorang yang ta’at dan berbakti kepada kedua orang tua, dan kehiduapannya yang amat sederhana dan zuhud yang sejati, beliau juga dikenal sebagai orang sufi yang mempunyai ilmu kesucian diri yang amat luar biasa yang dilimpahkan Allah Swt kepadanya.
Seorang pemuda yang mempunyai mata berwarna biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada karena kebiasaan selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, seorang yang ahli dalam membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya punya dua helai yang sudah kusut dimana yang satu untuk penutup badan dan yang satunya digunakan untuk selendangan,
tiada seorang pun yang menghiraukannya, tidak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dia (Uwais al Qarni), jika bersumpah maka demi Allah pasti akan Ijabah/ terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan mendapat perintah oleh Allah Swt untuk memberikan syafa’atnya, ternyata Allah Swt memberikan kelebihan yang berupa izin untuk memberi syafa’at sejumlah Qobilah Robi’ah dan Qobilah Mudhor, yang semua dimasukkan surga tanpa ada yang ketinggalan karenanya.
Dia adalah “Uwais Al-Qarni”.
Ia tidak dikenal banyak orang dan juga sangat miskin, banyak orang suka menertawakannya, mengolok-oloknya, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri, serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang Fuqoha’ dari negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya lalu memberinya hadiah berupa dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik karena hadiah pakaian tadi setelah diterimanya lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, darimana kamu mendapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.
Pemuda dari desa Qorn – Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Yang masih tersisa hanyalah penglihatannya yang sudah kabur.. 
Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing dan unta. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Beliau lahir dan besar di Yaman. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta tidak mempengaruhi kegigihannya dalam beribadah, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan selalu bermunajat di malam harinya.
Adz Dzahabi berkata mengenai beliau, “Seorang teladan yang zuhud, penghulu para tabi’in di zamannya, termasuk diantara wali-wali Allah yang shalih lagi bertaqwa, dan hamba-hamba-Nya yang ikhlas” (Siyar A’lam An Nubala’ 4/19)
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad Saw. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah Swt, yang tak ada sekutu bagi-Nya.
Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur dan mulia. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais al Qarni, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais al Qarni selalu merindukan datangnya suatu kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran dari Nabi Muhammad Saw secara langsung. Dan sekembalinya di Yaman, mereka memperbaharui kehidupan rumah tangga mereka dengan cara kehidupan menurut tuntunan ajaran Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais al Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “Bertamu dan Bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedangkan ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah Saw menumbuhkan kerinduan yang sangat kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, maka tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah Saw mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais al Qarni. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukannya adalah sebagai bukti kecintaannya kepada Nabi Muhammad Saw, sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais al Qarni mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi Saw di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais al Qarni, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi Saw di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais al Qarni menuju Madinah yang berjarak kurang lebih 400 kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi Muhammad Saw yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi Muhammad Saw, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam.
Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah R.ha sambil menjawab salam Uwais al Qarni. Segera saja Uwais al Qarni menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi Muhammad Saw sedang tidak berada di rumah melainkan sedang berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Muhammad Saw dari medan peperangan.
Tapi, kapankah beliau pulang ?
Sedangkan masih terngiang di telinganya akan pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”.
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Muhammad Saw.
Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah R.ha untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi Muhammad Saw dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi Muhammad Saw langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad Saw menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).
Mendengar perkataan Rasulullah Saw, sayyidatina ‘Aisyah R.ha dan para sahabatnya tertegun.
Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah R.ha, memang benar ada seseorang yang mencari Nabi Saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah Saw bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda di tengah-tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu beliau Saw, memandang kepada sayyidina Ali R.a dan sayyidina Umar R.a dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Bersambung.. InsyaAllah

No comments:

Post a Comment