Keimanan yang sempurna

Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Adi bin Adi sebagai berikut, 

"Sesungguhnya keimanan itu mempunyai beberapa kefardhuan (kewajiban), syariat, had (yakni batas/hukum), dan sunnah. Barangsiapa mengikuti semuanya itu maka keimanannya telah sempurna. Dan barangsiapa tidak mengikutinya secara sempurna, maka keimanannya tidak sempurna. Jika saya masih hidup, maka hal-hal itu akan kuberikan kepadamu semua, sehingga kamu dapat mengamalkan secara sepenuhnya. Tetapi, jika saya mati, maka tidak terlampau berkeinginan untuk menjadi sahabatmu." Nabi Ibrahim a.s. pernah berkata dengan mengutip firman Allah, "Walakin liyathma-inna qalbii" 'Agar hatiku tetap mantap [dengan imanku]'. (al-Baqarah: 260)
Mu'adz pernah berkata kepada kawan-kawannya, "Duduklah di sini bersama kami sesaat untuk menambah keimanan kita."

Ibnu Mas'ud berkata, "Yakin adalah keimanan yang menyeluruh."

Ibnu Umar berkata, "Seorang hamba tidak akan mencapai hakikat takwa yang sebenarnya kecuali ia dapat meninggalkan apa saja yang dirasa tidak enak dalam hati."

Mujahid berkata,  
"Syara'a lakum" (Dia telah mensyariatkan bagi kamu) (asy-Syuura: 13), berarti, "Kami telah mewasiatkan kepadamu wahai Muhammad, juga kepadanya untuk memeluk satu macam agama."
Ibnu Abbas berkata dalam menafsiri lafaz "Syir'atan wa minhaajan", yaitu jalan yang lempang (lurus) dan sunnah.

"Doamu adalah keimananmu sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya, "Katakanlah, Tuhanku tidak mengindahkan (memperdulikan) kamu, melainkan kalau ada imanmu." (al-Furqan: 77). Arti doa menurut bahasa adalah iman.


Ibnu Umar berkata, "Rasulullah saw bersabda, 'Islam dibangun di atas lima dasar: 

1) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah; 
2) menegakkan shalat; 
3) membayar zakat; 
4) haji; dan 
5) puasa pada bulan Ramadhan.'"

No comments:

Post a Comment