Kedermawanan merupakan sifat yang dicintai dan terpuji.
Sebagaimana sifat bakhil (pelit) adalah sifat yang tercela dan
mengundang kebencian orang lain. Sifat dermawan akan menumbuhkan kecintaan dan
menyingkirkan permusuhan. Dengan sifat itulah nama baik akan terjaga dan
aib-aib akan tertutupi. Apabila seseorang telah menghiasi dirinya dengan sifat
dermawan maka akan sucilah jiwanya.
Dengan demikian akan mengangkat dirinya untuk
bisa menggapai kemuliaan akhlak, keutamaan yang tinggi. Maka orang yang
dermawan amat sangat dekat dengan segala kebaikan dan kebajikan.
22. Melupakan Perbuatan Baiknya Kepada Orang Lain
Ini merupakan tingkatan yang tinggi serta mulia. Yaitu dengan cara melupakan kebaikan yang pernah anda lakukan kepada orang lain hingga sepertinya hal itu tidak pernah anda lakukan. Barangsiapa yang ingin meraih kemuliaan akhlak hendaknya dia berusaha melupakan kebaikan yang pernah dilakukannya kepada orang lain.
Hal itu supaya dia terbebas dari perasaan berjasa dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Dan juga supaya dia semakin meningkat menuju kemuliaan akhlak yang lebih tinggi lagi.
23. Merasa Senang Dengan Perlakuan Baik Orang Lain Meski Hanya Sedikit
Yaitu dengan menerima kebaikan orang lain meskipun hanya sepele. Dan tidak menuntut mereka untuk membalas kebaikannya dengan persis serupa. Sehingga dia tidak akan menyulitkan orang lain. Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Berikanlah maaf, perintahkanlah yang ma’ruf dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf: 199).
Abdullah bin Az-Zubair mengatakan,
“Allah memerintahkan Nabinya untuk suka memberikan maaf dan toleransi terhadap kekurangan akhlak orang lain.”
24. Mengharapkan Pahala Dari Allah
Perkara ini merupakan salah satu sebab utama untuk bisa menggapai akhlak yang mulia. Dengan hal ini orang akan mudah untuk bersabar, beramal dengan sungguh-sungguh, dan tabah dalam menghadapi gangguan orang lain. Apabila seorang muslim meyakini bahwa Allah pasti akan membalas kebaikan akhlaknya, niscaya dia akan bersemangat untuk memiliki akhlak-akhlak yang mulia, dan rintangan yang dijumpainya akan terasa ringan.
25. Menjauhi Sebab-Sebab Marah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, suatu ketika ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah! Berikanlah wasiat kepadaku.” Maka beliau mengatakan, “Jangan marah!.” (HR. Bukhari)
26. Menjauhi Perdebatan
Perdebatan akan memunculkan permusuhan serta menyisakan perpecahan. Bahkan perdebatan juga terkadang menyebabkan kedustaan. Kalaupun memang terpaksa harus berdebat maka hendaknya berdebat dengan cara yang santun serta didasari niat untuk mencari kebenaran dan menggunakan cara yang lebih baik dan lebih lembut.
Allah berfirman yang artinya,
“Dan debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS. An-Nahl: 125).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku menjamin sebuah rumah di surga bagian bawah bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia berada di pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bergurau. Dan aku menjamin sebuah rumah di surga yang tinggi bagi orang yang berakhlak baik.” (HR. Abu Dawud)
27. Saling Menasihati Agar Berakhlak Baik
Yaitu dengan mengingat-ingat keutamaan akhlak mulia dan memberikan peringatan keras dari keburukan akhlak. Dan juga memberikan nasihat kepada orang yang berakhlak buruk agar menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia. Akhlak yang mulia termasuk kebenaran yang harus dipesankan kepada yang lain.
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan mereka saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 3).
28. Menerima Nasihat yang Sopan dan Kritikan yang Membangun
Hal ini termasuk sebab yang dapat memudahkan untuk bisa memiliki akhlak yang mulia dan mengikis akhlak yang jelek. Bagi orang yang diberi nasihat maka hendaknya dia menerimanya dengan lapang dada. Bahkan sudah semestinya bagi orang-orang yang merindukan kesempurnaan -apalagi yang berkedudukan sebagai pemimpin- untuk meminta saran kepada orang-orang tertentu yang dia percayai untuk mengetahui dan mengoreksi kesalahan dan kekurangan dirinya. Dan hendaknya dia menyambut nasihat dan koreksi yang mereka berikan dengan perasaan senang dan gembira.
29. Menunaikan Tugasnya Dengan Sebaik-Baiknya
Dengan melakukan yang demikian dia akan terbebas dari celaan dan kehinaan diri akibat suka mencari-cari alasan demi menutupi kekeliruannya.
30. Mengakui Kesalahan
Ini merupakan salah satu ciri akhlak yang mulia dan karakter orang yang memiliki cita-cita yang tinggi. Dengan mengakui kesalahan maka dirinya akan bersih dari tindakan dusta dan suka mengobarkan pertikaian. Karena itulah mengakui kesalahan adalah sebuah keutamaan yang akan mengangkat derajat pelakunya.
31. Senantiasa Bersikap Lemah Lembut dan Tidak Tergesa-Gesa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu melainkan pasti akan memperindahnya. Dan tidaklah dia dicabut dari sesuatu melainkan dia akan memperburuknya.” (HR. Muslim). Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam segala urusan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
32. Rendah hati
Kerendahan hati merupakan tanda kebesaran jiwa seseorang, cita-citanya yang tinggi dan merupakan jalan untuk menggapai kemuliaan-kemuliaan. Hal itu merupakan akhlak yang akan mengangkat kedudukan pemiliknya dan membuahkan keridaan orang-orang yang baik dan memiliki keutamaan kepada dirinya. Sehingga hal itu akan memudahkan dan memotivasi dirinya untuk bisa mengambil pelajaran dari siapapun. Dan sifat itulah yang akan menghalangi dirinya dari karakter sombong dan tinggi hati.
33. Mudarah/bersikap ramah
Umat manusia diciptakan untuk berkumpul bukan untuk saling mengasingkan diri. Mereka diciptakan untuk saling mengenal bukan untuk saling memusuhi. Dan mereka juga diciptakan untuk saling menolong bukan untuk mengurusi segala keperluan hidupnya sendirian. Salah satu kebijaksanaan aturan Allah yang dapat menjaga manusia dari sikap saling memutuskan hubungan dan kasih sayang adalah adanya ajaran mudarah yaitu menyikap orang dengan tetap ramah dan sopan.
Karena mudarah akan menumbuhkan kedekatan dan kecintaan. Dengannya pendapat yang saling berseberangan akan bisa disatukan dan hati yang saling menjauhi bisa direkatkan. Bentuk mudarah ialah dengan menjumpai orang dalam kondisi yang baik, ucapan yang lembut serta menjauhi sebab-sebab terpicunya kemarahan dan kebencian kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu yang menuntut hal itu memang harus ditampakkan.
Di antara bentuk mudarah yaitu anda bersikap ramah dan mau duduk bersama orang yang sebenarnya anda musuhi, anda berbicara dengannya dengan santun dan menghormati keberadaannya. Bahkan terkadang dengan mudarah itulah permusuhan akan padam dan berubah menjadi persahabatan. Al-Hasan mengatakan, “Pertanyaan yang bagus adalah separuh ilmu. Bersikap mudarah kepada orang lain adalah separuh akal…”
34. Jujur
Kejujuran akan mengantarkan kepada kemuliaan dan membebaskan manusia dari nistanya kedustaan. Selain itu kejujuran pula akan membentengi dirinya dari kejelekan orang lain kepadanya. Sebagaimana ia akan membuatnya memiliki harga diri dan kewibawaan yang tinggi, keberanian dan percaya diri. Sesungguhnya dengan kejujuran itulah orang akan terbimbing menuju kebaikan dan salah satu bentuk kebaikan itu adalah akhlak yang mulia.
35. Menjauhi Sikap Terlalu Banyak Mencela Orang yang Berbuat Jelek
Sudah selayaknya orang yang berakal menjauhi sikap berlebihan dalam mencaci orang lain yang berlaku buruk kepadanya. Apalagi jika dia adalah orang yang masih belum mengerti apa-apa. Atau dia adalah orang yang jarang sekali berbuat jelek. Terlalu banyak mencaci akan mengobarkan kemarahan dan mengeraskan tabiat. Orang yang pandai tentu tidak akan mudah mencela setiap kali saudaranya melakukan kekeliruan baik yang kecil ataupun besar. Bahkan sudah semestinya dia mencari alasan untuk bisa memaklumi dan menutupi aibnya tersebut. Kalaupun memang ada sebab yang mengharuskan celaan maka hendaknya dia mencela dengan cara yang baik dan lembut.
36. Tidak Suka Mencaci Maki Orang Lain
Sikap suka mencaci orang akan memicu permusuhan dan membuat gelisah hati dan pikiran. Dan secara otomatis akhlaknya akan memburuk akibat kebiasaan yang dilakukannya itu.
37. Memosisikan Diri Sebagaimana Lawannya
Dengan pandangan seperti ini maka kita akan mudah memberikan toleransi atas kesalahan orang lain, sehingga kita akan lebih kuat menahan luapan amarah, dan jauh dari berprasangka buruk kepadanya. Hendaknya kita menyikapi orang lain sebagaimana sikap yang kita sukai dilakukan oleh orang lain kepada kita.
38. Menjadikan Orang Lain Sebagai Cerminan Bagi Dirinya Sendiri
Hal ini sangat layak untuk dilakukan oleh setiap individu. Segala ucapan dan perbuatan yang tidak disukainya dari orang lain maka hendaknya dia jauhi. Dan apa saja yang disukainya dari perkara-perkara itu hendaknya dia lakukan.
39. Bersahabat Dengan Orang Baik-Baik yang Berakhlak Mulia
Hal ini termasuk sebab terbesar yang akan bisa menempa seseorang agar bisa berakhlak mulia. Persahabatan banyak memberikan pengaruh kepada diri seseorang. Maka sudah semestinya setiap orang mencari teman yang baik dan dapat membantu dirinya dalam berbuat kebaikan dan menghalanginya dari kejelekan.
40. Sering-Sering Mengunjungi Orang yang Berakhlak Mulia
Diriwayatkan dari Al-Ahnaf bin Qais, dia mengatakan, “Dahulu kami bolak-balik mengunjungi Qais bin ‘Ashim dalam rangka mempelajari sikap lembut (hilm) sebagaimana halnya kami belajar ilmu fikih.” Walaupun bisa jadi orang yang berakhlak mulia itu bukan orang yang berilmu tinggi dan hanya orang biasa saja, hendaknya sering mengunjunginya untuk mempelajari akhlaknya. [Diangkat dari Al Asbab Al Mufidah li Iktisab Al Akhlaq Al Hamidah karya Muhammad bin Ibrahim Al Hamd]
-bersambung insya Allah-
***
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
No comments:
Post a Comment